Kamis, 04 Oktober 2012

9 Attitudes of Highly Creative People

1. Curiosity
I’ve written previously on the topic of curiosity because I’m convinced that it is an essential skill to build as a blogger. Learning to ask ‘why’, ‘what if’ and ‘I wonder…’ are great questions to build into your life if you want to be a more creative person.
2. Seeing Problems as Interesting and Acceptable
One of the problems of the Western mindset is that we often see problems or obstacles in life as unacceptable parts of life. We avoid pain or suppress it when it comes and in doing so don’t often see and feel symptoms that are there to tell us something important. Creative people see problems as a natural and normal part of life – in fact they often have a fascination with problems and are drawn to them.
3. Confronting Challenge
Many of the most creative ideas through out history have come from people facing a challenge or crisis and rather than running from it asking ‘how can I overcome this’?

4. Constructive Discontent
Creative people often have an acute awareness of what’s wrong with the world around them – however they are constructive about this awareness and won’t allow themselves to get bogged down in grumbling about it – they take their discontent and let it be a motivation to doing something constructive.
5. Optimism
Creative people generally have a deeply held belief that most (if not all) problems can be solved. No challenge is too big to be overcome and no problem cannot be solved (this doesn’t mean they’re always happy or never depressed – but they don’t generally get stumped by a challenge).
6. Suspending Judgment
The ability to hold off on judging or critiquing an idea is important in the process of creativity. Often great ideas start as crazy ones – if critique is applied too early the idea will be killed and never developed into something useful and useable. (note – this doesn’t mean there is never a time for critique or judgement in the creative process – it’s actually key – but there is a time and place for it).
7. Seeing Hurdles as leading to improvements and solutions
This relates to some of the above – but by ‘hurdles’ I mean problems and mistakes in the creative process itself. Sometimes it’s on the journey of developing an idea that the real magic happens and it’s often out of the little problems or mistakes that the idea is actually improved.
8. Perseverance
Creative people who actually see their ideas come to fruition have the ability to stick with their ideas and see them through – even when the going gets tough. This is what sets apart the great from the good in this whole sphere. Stick-ability is key.
9. Flexible Imagination
I love watching a truly creative person at work when they’re ‘on fire’. They have this amazing ability to see a problem or challenge and it’s many potential solutions simultaneously and they have an intuitive knack at being able to bring previously disconnected ideas together in flashes of brilliance that seem so simple – yet which are so impossible to dream up for the average person.

Rabu, 15 Agustus 2012

Perjuangan Masuk Fakultas Teknik

Jauh sebelum pemilihan jurusan pada saat pendaftaran SNMPTN Undangan, saya telah mencari-cari informasi tentang program study yang tepat untuk saya dan yang ada di jenjang kuliah. Pertama sekali, saya bertanya kepada Ayah saya, dan mungkin hanya dia yang akan saya tanyai, tapi ia kembali bertanya kepada saya.
“Pelajaran apa yang kau sukai ?” Tanya Ayah.
“Tentu saja matematika dan fisika.” Jawabku.
“Pilihlah Fakultas Teknik. Saya lihat kamu berbakat dalam seni lukis dan operasi computer, pilihlah Program Study Arsitektur.” Tegas Ayahku.
Saya hanya diam mendengar penjelasan dari Ayah. Aku baru menyadari bahwa, ayahku merupakan manager terbaik yang ada di dunia ini.
“Ayah hanya memberi saran, keputusan berada di tanganmu.” Jelas Ayah.
Sepanjang hari, aku memikirkan perkataan Ayah, benar juga yang dikatakan Ayah, selain itu, aku paling tidak suka dengan pelajaran biologi dan IPS, dan hanya Fakultas Teknik-lah tempat yang paling cocok untukku.
Lalu aku berfikir, bagaimana caranya agar aku bisa menggapai cita-citaku, sementara teman-temanku sedang mengikuti bimbingan belajar di luar kota, sedangkan aku hanya belajar sendiri di rumah. Pada saat itu, pikiranku hampir dalam keadaan pasrah, aku tak tahu apa yang harus aku perbuat apabila nanti tidak lulus SNMPTN Undangan, mungkin aku langsung mencari kerja berkebun di kebun orang.
Suatu saat terlintas ide cemerlang di otakku, akhirnya aku memutuskan membuat bimbingan belajar sendiri, dan aku mengajak teman-teman terdekatku yang juga tidak keluar kota untuk mendapatkan bimbingan belajar.
Kami menamai bimbingan belajar tersebut MMC, yang merupakan kepanjangan dari Master Majelisz Center. Adapun konsep bimbingan belajar ini adalah belajar dan mengajar. Yang bergabung dengan saya antara lain, saya sendiri mengajar pelajaran Fisika, Fiqhi Nahdhiah M mengajar Biologi, Chandra Iramawati mengajar pelajaran Matematika, Imtihan Komahate mengajar pelajaran Kimia, Arisandhi Safana mengajar pelajaran Bahasa Indonesia, dan Rozita Amelia mengajar pelajaran Bahasa Inggris. Adapun yang belajar adalah kami semua. Dan lokasi belajarnya bertempat di kediaman Fiqhi Nahdiah M. Proses belajar dan mengajar berlangsung dengan sangat lancar sampai hari itu tiba.
Pada akhirnya, kami sangat bangga sekali dengan MMC ini, karena telah meluluskan kami di Perguruan Tinggi yang kami ingini. Diantaranya saya sendiri lulus di Arsitektur USU, Fiqhi Nahdhiah M lulus di Sastra Cina USU, Chandra Iramawati lulus di Teknik Lingkungan USU, Imtihan Komahate lulus di Teknik Kimia Unsyiah, Arisandhi Safana lulus di Ilmu Hukum USU, dan Rozita Amelia lulus di Teknik Sipil UII.
Tidak berhenti kami mengucap syukur kepada Allah SWT. Semoga tulisan ini bisa menjadi motivasi bagi pembaca dan pendengar.

Minggu, 27 Mei 2012

Cerita Dari Tanah Gayo “ATU BELAH”


Di sebuah desa bernama Penarun, yang letaknya berada di Tanah Gayo, hiduplah keluarga petani yang sangat miskin. Mereka terdiri dari ayah, ibu, dan kedua anaknya yang masih kecil. Anaknya yang tertua berumur 7 tahun, sedangkan adiknya masih menyusui. Karena kehidupannya yang sangat miskin, setiap hari di waktu senggang setelah bertani, sang ayah berburu di hutan dan menangkap belalang-belalang di sawah.
Belalang-belalang tersebut dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam lumbung. Biasanya belalang-belalang itu diolah menjadi makanan oleh istrinya dan sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka sehari-hari. Sebab sawah mereka yang Cuma beberapa petak tidak menghasilkan apa-apa. Suatu hari sang ayah pergi ke hutan berburu karena tidak punya pilihan lain untuk menafkahi keluarganya, lalu berpamitan kepada istrinya,
“Ine,…. jegei kekanak ni I umah ni, aku beluh mulo mungaro, doanen buge depet si kul e, kati genap kin kite sara keluarga, ike aku gere ilen ulak enti kase I uke-uke pintu ton ni lompong ho” kata sang ayah.
“Boh mi ama.” kata istrinya.
hari sudah siang, sang ayah tidak pulang-pulang membawa hasil buruannya, sedangkan kedua anaknya sudah merengek-rengek menahan lapar. Sang ibu sangat sedih sekali melihat anak-anaknya menangis, lalu ia pergi ke dapur mencari sesuatu yang dapat dimakan, tetapi tidak ada saau pun yang dapat dimakan. Lalu ia teringat akan belalang-belalang yang dikurung suaminya di lumbung dan memanggil anaknya yang tertua.
“Win…! Tengkam ko mulo lompong-lompung si kurung ama mu ho. Kati ine jerang kin mangan ni kam.” kata Ibunya
“Boh mi ine.” kata anaknya
Lalu pergilah anaknya ke lumbung tempat belalang-belalang yang tidak jauh dari rumahnya. Lalu dibukanya pintu lambung itu dan ditangkapnya satu per satu dan dimasukkannya ke dalam kantong yang telah disiapkan sebelumnya. Tetapi hal yang tidak diinginkan terjadi,
“Sana kati tikik mi we lompong-lompong ni?, sine lagu dele pedi.” katanya dalam hati.Rupanya dia lupa menutup pintu lumbung itu.
Kemudian, anak itu kembali ke rumah sambil menangis tersedu-sedu, dia sangat takut dimarahi orang tuanya. Tapi, mau tidak mau dia harus menceritakan kepada Ibunya.
“Mukune anakku, hana kati mongot? Isi nge lompong-lompong ne?” Tanya ibunya dengan lembut.
“Maaf Ine. Lompong ne nge meh luah, luoen aku munutup pintu e.” kata anak itu sambil menangis. Terkejutlah si Ibu, pasti suaminya akan sangat marah sekali bila mengetahui belalang-belalang yang sudah susah payah dikumpulkan lepas semuanya karena kecerobohan anaknya. Tidak lama kemudian pulanglah suaminya tanpa membawa hewan buruan satu pun.
“Serlo ni gere beruntung aku ine ! Gere ara sara peh kona ku karo, lagu nge I betih e aku geh, meh temuni bewene wan umah e.” kata sang ayah sambil terduduk lelah dan kesal. Lalu sang ayah berkata.
“Serlo ni mangan lompong din kite, Ine.” kata sang ayah. Melihat sang ayah marah dan kesal, si Ibu bingung mau mengatakan yang sebenarnya, tapi apa mau dikata, akhirnya si Ibu mengatakan dan berbohong untuk menupi kesalahan anaknya,
“Maaf Ama, lompong ne nge meh muluah, lupen aku munutup pintu e.” kata ibunya dengan suara menyesal. Lalu suaminya sangat marah sekali, tanpa sadar menampar, memukul, dan mengusir Istrinya dari rumah. Sang istri sangat sedih sekali akan perlakuan suaminya yang menyiksa dirinya lalu dia pergi masuk ke dalam hutan menuju ke atu belah.
Tanpa disadari, ia diikuti oleh anaknya yang tertua dengan menggendong adiknya yang masih bayi, lalu anak itu memanggil-manggil Ibunya sambil menangis dan berteriak-teriak.
“Ineee,,, enti taringen kami Ineee,,,” dengan berulang-ulang kali. Setelah bertemu lalu si Ibu menyuruh anaknya pergi mengambil air minum karena ibunya sangat kehausan. Setelah anak tertuanya pergi mengambil air, lalu sang Ibu pergi lagi meninggalkan anaknya, begitulah sampai berulang-ulang. Setelah sampai di dekat atu belah, lalu sang ibu menyanyikan lagu atu belah berulang-ulang kali.
“Atuu belaaaahhh atu bertangkup, ini nge sawah janyingku dahuluuuuuuu uu u u u uu u “ Dan terbukalah batu itu, dan masuklah si Ibu ke dalam batu itu tanpa menghiraukan teriakan anaknya lagi. Tiba-tiba datanglah angin kencang dan awan pun menjadi gelap menyertai si Ibu ditelan atu belah. Tinggallah kedua anaknya meratapi Ibunya dan mengambil sisa rambut ibunya yang terjepit di luar atu belah.
Demikianlah akhir cerita ini. Pesan : Karena kecerobohan seseorang dapat membawa petaka dan bencana.